Kamus Besar Bahasa Indonesia mengartikan Integrasi
merupakan sebagai pembauran hingga menjadi kesatuan. Diksi kesatuan mengandung
arti segala unsur yang berbeda satu sama lain mengalami proses pembauran. Proses ini jika sudah mencapai suatu
perhimpunan akan menjadi gejala perubahan dinamai integrasi. Hal ini searah
dengan Firman (2010) yang menyatakan bahwa integrasi merupakan suatu kesatuan yang
utuh serta tidak terpecah belah dan bercerai bera. Dengan demikian, dapat disimpulkan
bahwa integrasi merupakan berbaurnya sebuah konsep yang menjadi satu kesatuan
yang utuh dan tidak bisa dipisahkan.
Proses pembauran atau integrasi ini dapat terselenggara di lembaga pendidikan. Pendidikan merupakan usaha sadar manusia untuk mengubah pengetahuan, sikap, dan keterampilannya. Hal ini sesuai dengan pendapat Khaironi (2017) yang menyatakan bahwa pendidikan adalah upaya yang ditempuh oleh manusia untuk mengubah perilaku sehingga menjadi peribadi yang lebih baik serta mampu mengembangkan pengetahuan yang dimiliki. Seturut dengan itu, dalam Undang-Undang Sisdiknas Nomor 20 Tahun 2003, dijelaskan bahwa Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara.
Pada dasarnya, lembaga pendidikan hadir untuk
menciptakan pribadi yang pintar dan terampil juga bermoral baik. Masalah
nilai-nilai moral ini oleh Ghani, Akil, & Nordin (2014) mengemukakan bahwa
telah terjadi krisis moral dan etika yang melahirkan berbagai persoalan dan
kerusakan di tengah masyarakat zaman ini.
Lembaga pendidikan yang dipercayakan sebagai penyemaian
bibit karakter dan moral dalam diri generasi muda masa depan harus bisa menjadi
ujung tombak. Hal ini sejalan dengan Suyitno (2012) yang menggarisbawahi
bahwa dunia pendidikan harus mampu berperan aktif menyiapkan sumberdaya manusia
terdidik yang mampu menghadapi berbagai tantangan kehidupan, baik lokal,
regional, nasional maupun internasional. Ia tidak cukup hanya menguasai teori-teori,
tetapi juga mau dan mampu menerapkannya dalam kehidupan sosial. Ia tidak hanya
mampu menerapkan ilmu yang diperoleh di bangku sekolah/kuliah, tetapi juga
mampu memecahkan berbagai persoalan yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari.
Mencermati fenomena kehancuran moral anak bangsa
dewasa ini, dunia pendidikan tidak boleh menutup mata. Berbagai upaya ditempuh
guna menanamkan nilai-nilai moral dalam diri anak didik. Salah satu cara yang
ditempuh guru Bahasa Indonesia antara lain mengintegrasikan pendidikan moral
melalui kearifan lokal “Nau Noan”. Kearifan lokal menurut wikipedia adalah bagian
dari budaya suatu masyarakat yang tidak dapat dipisahkan dari bahasa masyarakat
itu sendiri. Kearifan lokal (local wisdom) biasanya diwariskan secara turun
temurun dari satu generasi ke generasi melalui cerita dari mulut ke mulut.
Berdasarkan pengertian tersebut, salah satu media tutur
yang berkembang di Kabupaten Sikka adalah nau
noan. Nau noan merupakan dongeng dalam bahasa Sikka yang disampaikan orang
tua kepada anak-anaknya saat malam sebelum tidur. Biasanya ayah yang biasa
menyampaikan nau noan sebagai pengisis waktu senggang menunggu makan malam
tiba. Tujuannya di samping menanamkan nilai moral melalui karakter para tokoh
dalam dongeng juga mengatasi rasa kantuk anak sebelum makan malam.
Pada dasarnya orang tua mengambil karakter tokoh
binatang yang ada dan hidup serta dikenali anak-anaknya. Karakter tokoh jahat
digambarkan dalam simbol binatang seperti buaya, serigala, harimau, dan singa.
Karakter tokoh yang lemah dan baik dilukiskan melalui diri binatang seperti
anjing, kucing, ayam, burung, babi, kuda, dan sapi. Sementara itu, karakter
sebagai penengah yang cerdas dan bijak disodorkan tokoh kancil dan kera. Kisah
ceritanya dikembangkan sesuai daya khayal para orang tua dengan gaya
penceritaan yang menarik; seperti menirukan suara binatang yang menjadi
tokohnya. Hal ini sudah pasti membuat anak-anak antusias mendengarkannya hingga
selesai. Bagian yang paling tidak mengenakkan adalah bagian koda yang berisi
pesan-pesan moral. Anak-anak akan mendapat nama baru (nama tokoh binatang)
sesuai karakternya masing-masing.
Dalam pembelajaran di kelas, guru Bahasa Indonesia
dapat menerapkan langkah-langkah pembelajaran sebagai berikut:
1. Tahap
orientasi
Pada tahap ini pendidik membagi peserta didik dalam beberapa kelompok
heterogen. Jumlahnya disesuaikan dengan jumlah tokoh yang ada dalam nau noan. Setelah kelompok terbentuk,
guru mulai mendongeng atau memperdengarkan dongeng yang sudah direkam
sebelumnya.
2. Tahap
Identifikasi
Pada tahap ini, pendidik meminta peserta didik mengidentifikasi karakter
tokoh dan penokohan dalam cerita nau noan
yang didengar. Selanjutnya, peserta didik saling berbagi peran sesuai
dengan karakter yang dipilihnya. Peserta didik berlatih mendramatisasikan
cerita dengan improvisasi sesuai karakter yang dipilihnya. Alurnya tidak harus
sama dengan cerita aslinya.
3. Tahap
Mengomunikasikan
Pada tahap ini, setiap kelompok tampil bergiliran di depan kelas untuk
mementaskan drama yang dilatihnya. Kelompok lain bisa memberi komentar atau
tanggapan positif maupun negatif terhadap seni peran, isi cerita, dan
kesesuaian karakter yang diperankan.
4. Tahap Musyawarah
Pada tahap ini pendidik dan peserta didik melakukan curah pendapat untuk
menentukan nilai moral yang positif untuk diterapkan dalam hidup di lingkungan
kelas. Misalkan nilai yang disetujui adalah gotong royong. Dengan demikian,
setiap warga kelas mesti berkomitmen untuk bergotong royong dalam menjalankan
piket kelas meskipun bukan gilirannya. Semua warga sekolah diharapkan secara
ikhlas hati menjalaninya. Jika ada yang bersungut-sungut atau tidak
menjalankannya, anak tersebut dipanggil dengan nama binatang yang berkarakter
pembangkang.
5. Tahap
Aksi Nyata
Pada tahap ini, peserta didik menjalankan hasil musyawarh dalam jangka
waktu tertentu. Selama menjalankan komitmen bersama, pendidik dan ketua
kelompok dapat memantau peserta didik dengan lembar observasi yang disediakan
pendidik. Hal-hal positif dan negatif yang ditemukan dalam pemantauan dicatat
dengan cermat dan akan disampaikan pada saat jangka waktu aksi nyata berakhir.
6. Tahap
Refleksi
Pada tahap ini pendidik menjelaskan atau membahas kelemahan dan kesalahan
yang dilakukan siswa. Pendidik dapat memotivasi siswa agar berani melakukan
hal-hal baik dan tidak perlu menyesal karena telah melakukan hal baik. Selain
itu, peserta didik pun diberi kesempatan untuk menyampaikan kesan dan pesan
selama kegiatan pembelajaran berlangsung. Guru memberi penguatan atau
penghargaan kepada siswa. Yang terpenting dilakukan pada tahap ini adalah
menunjukkan kesalahan yang sering dilakukan siswa dalam pembelajaran dan bagaimana solusinya.
Pengintegrasian kearifan budaya lokal dalam hal ini nau noan
dapat dijadikan salah satu solusi untuk mengatasi degradasi moral yang
tengah melanda anak bangsa karena kemajuan TIK. Selain itu, pengintegrasian
kearifan budaya lokal ini merupakan strategi yang tepat untuk menanamkan
nilai-nilai karakter sebagaimana tuntutan Sisdiknas dan Kurikulum 2013.
Nilai-nilai dalam kearifan budaya lokal (nau
noan) selain dapat membantu peserta didik untuk mendapatkan inspirasi, juga
dapat membantu pendidik untuk menumbuhkan sikap spiritual dan sikap sosial pada
siswa. Dengan demikian tujuan pembelajaran tidak hanya untuk meningkatkan
pengetahuan dan keterampilan, tetapi juga untuk menumbuhkan sikap moral yang
baik dan bermartabat demi diri sendiri, orang tua, bangsa dan negara.
Daftar Referensi
Firman, Robiansyah.
(2010). Integrasi Pendidikan Nilai Dalam Pembelajaran Pendidikan Agama Islam di
Sekolah Dasar Sebagai Upaya Pembinaan Akhlak Siswa (Studi Kasus di SD Peradaban
Serang), 1–13
Ghani, S. A., Abdullah, S.,
Akil, S. M. S., & Nordin, N. (2014). Muslim Adolescent Moral Values and
Coping Strategies among Muslim Female Adolescents Involved in Premarital Sex.
Procedia-Social and Behavioral Sciences, 114, 637–643. https://doi.org/10.1016/j.jcp.2013.07.036
Depdiknas. 2016.
Kamus Besar Bahasa Indonesia. Balai Pustaka: Jakarta.
Khaironi. (2017).
Pendidikan Moral Pada Anak Usia Dini. Jurnal Golden Age Universitas Hamzanwadi,
1, 1–16
Suyitno, Imam.
2012. PENGEMBANGAN PENDIDIKAN KARAKTER DAN BUDAYA BANGSA BERWAWASAN KEARIFAN
LOKAL. FBS Universitas Negeri Malang Jurnal Pendidikan
Karakter, Tahun II, Nomor 1,
Februari 2012.
WikipediaIndonesia.https://kearifan+lokal&oq=wiki&aqs=chrome.0.69i59j69i57j69i59l2j0l3j5.4728j0j7&sourceid=chrome&ie=UTF-8. Diakses
Kamis, 17 September 2020 Pukul 20.00
Tidak ada komentar:
Posting Komentar