Rabu, 30 September 2020

NUBA NANGA NANGAHALEDOI

 



Karya: Hildegardis Gracelina Owon

 

Kala fajar menyapa manja

Kala azan berkumandang mengajak sesamaku bersujud

Kala nelayan melepas jangkar menuju rompong

Kala insan sejagat terjaga dari mimpi malamnya

Kau berbisik lirih di muaramu

Kau beriak berisik di impitan karang pantaimu

 

Saat mentari beranjak naik menuju hari

Saat kesibukan melanda diri demi lapar dahaga

Saat hingar-bingar berkejaran menggapai waktu

Saat sorak-sorai anak zaman mengais ilmu di alam bhakti

Kau kian bergelora pergi pulang membawa ombakmu

Kau makin bergelombang melepas rindu sesaat di bibir pantaimu

 

Sewaktu langit merona merah

Sewaktu mega putih tipis membalut palung

Sewaktu camar melayang hinggap di buih putih

Sewaktu alam meniup menghembus ke laut lepasmu

Sewaktu barisan nyiur mengumandangkan kidung senja

Sewaktu azan berkumandang lagi

Kau kian temaram ditelan horizon waktu

Kau makin memudarkan lekuk tubuh indahmu

Kau bersatu dengan malam yang terus menabur janji

Untuk hidupku esok hari dan senantiasa

 

Nubananga Nangahaledoi pesonamu sejuta

Nubananga Nangahaledoi harta karunmu berlaksa

Nubananga Nangahaledoi biar jauh kurindu pulang

Nubananga Nangahaledoi tiap hari kau panggil pulang

 

 

Nangahaledoi, 11 September 2020

Kamis, 24 September 2020

QUIZ TENGAH SEMESTER (Teks Laporan Percobaan & Pidato Persuasif)

 


Rekan-rekan sejawat, salam sehat untuk Anda. Tanpa terasa, kita sudah mencapai separuh perjalanan kita dalam semester ini. Meskipun di tengah pandemi, kita semestinya tetap MERDEKA menjalankan tugas-tugas kita dengan rasa gembira. Berikut ini saya bagikan link untuk QUIZ menjelang PTS. Dicoba ya, bagikan juga ke peserta didik masing-masing. SILAKAN LINK BERIKUT !  O, ya, untuk bisa masuk dan mengerjakan kuiz, ini tokennya : PTS1

Selasa, 22 September 2020

TEKS TANGGAPAN KRITIS (Karakteristik dan Aspek Kebahasaan)


Rekan-rekan sejawat, berikut ini saya akan berbagi tentang karakteristik teks tanggapan kritis. Teks tanggapan adalah teks yang berisi pendapat yang berupa pujian atau kritikan tentang suatu peristiwa, fenomena, karya, ucapan atau perbuatan seseorang. Ciri teks tanggapan kritis antara lain memiliki 3 struktur yaitu konteks, deskripsi, dan penilaian, serta berisi tanggapan terhadap sesuatu disertai fakta dan alasan yang menguatkannya. Untuk lebih lengkapnya, silakan KLIK DI SINI !

Jumat, 18 September 2020

Pengintegrasian Nilai Moral Melalui Kearifan Lokal “Nau Noan” dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia bagi Peserta Didik SMP

 

Kamus Besar Bahasa Indonesia mengartikan Integrasi merupakan sebagai pembauran hingga menjadi kesatuan. Diksi kesatuan mengandung arti segala unsur yang berbeda satu sama lain mengalami proses pembauran.  Proses ini jika sudah mencapai suatu perhimpunan akan menjadi gejala perubahan dinamai integrasi. Hal ini searah dengan Firman (2010) yang menyatakan bahwa integrasi merupakan suatu kesatuan yang utuh serta tidak terpecah belah dan bercerai bera. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa integrasi merupakan berbaurnya sebuah konsep yang menjadi satu kesatuan yang utuh dan tidak bisa dipisahkan.


Proses pembauran atau integrasi ini dapat terselenggara di lembaga pendidikan. Pendidikan merupakan usaha sadar manusia untuk mengubah pengetahuan, sikap, dan keterampilannya. Hal ini sesuai dengan pendapat Khaironi (2017) yang menyatakan bahwa pendidikan adalah upaya yang ditempuh oleh manusia untuk mengubah perilaku sehingga menjadi peribadi yang lebih baik serta mampu mengembangkan pengetahuan yang dimiliki. Seturut dengan itu, dalam Undang-Undang Sisdiknas Nomor 20 Tahun 2003, dijelaskan bahwa Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara.

Pada dasarnya, lembaga pendidikan hadir untuk menciptakan pribadi yang pintar dan terampil juga bermoral baik. Masalah nilai-nilai moral ini oleh Ghani, Akil, & Nordin (2014) mengemukakan bahwa telah terjadi krisis moral dan etika yang melahirkan berbagai persoalan dan kerusakan di tengah masyarakat zaman ini.

Lembaga pendidikan yang dipercayakan sebagai penyemaian bibit karakter dan moral dalam diri generasi muda masa depan harus bisa menjadi ujung tombak. Hal ini sejalan dengan Suyitno (2012) yang menggarisbawahi bahwa dunia pendidikan harus mampu berperan aktif menyiapkan sumberdaya manusia terdidik yang mampu menghadapi berbagai tantangan kehidupan, baik lokal, regional, nasional maupun internasional. Ia tidak cukup hanya menguasai teori-teori, tetapi juga mau dan mampu menerapkannya dalam kehidupan sosial. Ia tidak hanya mampu menerapkan ilmu yang diperoleh di bangku sekolah/kuliah, tetapi juga mampu memecahkan berbagai persoalan yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari.

Mencermati fenomena kehancuran moral anak bangsa dewasa ini, dunia pendidikan tidak boleh menutup mata. Berbagai upaya ditempuh guna menanamkan nilai-nilai moral dalam diri anak didik. Salah satu cara yang ditempuh guru Bahasa Indonesia antara lain mengintegrasikan pendidikan moral melalui kearifan lokal “Nau Noan”. Kearifan lokal menurut wikipedia adalah bagian dari budaya suatu masyarakat yang tidak dapat dipisahkan dari bahasa masyarakat itu sendiri. Kearifan lokal (local wisdom) biasanya diwariskan secara turun temurun dari satu generasi ke generasi melalui cerita dari mulut ke mulut.

Berdasarkan pengertian tersebut, salah satu media tutur yang berkembang di Kabupaten Sikka adalah nau noan. Nau noan merupakan dongeng dalam bahasa Sikka yang disampaikan orang tua kepada anak-anaknya saat malam sebelum tidur. Biasanya ayah yang biasa menyampaikan nau noan sebagai pengisis waktu senggang menunggu makan malam tiba. Tujuannya di samping menanamkan nilai moral melalui karakter para tokoh dalam dongeng juga mengatasi rasa kantuk anak sebelum makan malam.

Pada dasarnya orang tua mengambil karakter tokoh binatang yang ada dan hidup serta dikenali anak-anaknya. Karakter tokoh jahat digambarkan dalam simbol binatang seperti buaya, serigala, harimau, dan singa. Karakter tokoh yang lemah dan baik dilukiskan melalui diri binatang seperti anjing, kucing, ayam, burung, babi, kuda, dan sapi. Sementara itu, karakter sebagai penengah yang cerdas dan bijak disodorkan tokoh kancil dan kera. Kisah ceritanya dikembangkan sesuai daya khayal para orang tua dengan gaya penceritaan yang menarik; seperti menirukan suara binatang yang menjadi tokohnya. Hal ini sudah pasti membuat anak-anak antusias mendengarkannya hingga selesai. Bagian yang paling tidak mengenakkan adalah bagian koda yang berisi pesan-pesan moral. Anak-anak akan mendapat nama baru (nama tokoh binatang) sesuai karakternya masing-masing.

Dalam pembelajaran di kelas, guru Bahasa Indonesia dapat menerapkan langkah-langkah pembelajaran sebagai berikut:

1.      Tahap orientasi

Pada tahap ini pendidik membagi peserta didik dalam beberapa kelompok heterogen. Jumlahnya disesuaikan dengan jumlah tokoh yang ada dalam nau noan. Setelah kelompok terbentuk, guru mulai mendongeng atau memperdengarkan dongeng yang sudah direkam sebelumnya.

2.      Tahap Identifikasi

Pada tahap ini, pendidik meminta peserta didik mengidentifikasi karakter tokoh dan penokohan dalam cerita nau noan yang didengar. Selanjutnya, peserta didik saling berbagi peran sesuai dengan karakter yang dipilihnya. Peserta didik berlatih mendramatisasikan cerita dengan improvisasi sesuai karakter yang dipilihnya. Alurnya tidak harus sama dengan cerita aslinya.

3.      Tahap Mengomunikasikan

Pada tahap ini, setiap kelompok tampil bergiliran di depan kelas untuk mementaskan drama yang dilatihnya. Kelompok lain bisa memberi komentar atau tanggapan positif maupun negatif terhadap seni peran, isi cerita, dan kesesuaian karakter yang diperankan.

4.      Tahap Musyawarah

Pada tahap ini pendidik dan peserta didik melakukan curah pendapat untuk menentukan nilai moral yang positif untuk diterapkan dalam hidup di lingkungan kelas. Misalkan nilai yang disetujui adalah gotong royong. Dengan demikian, setiap warga kelas mesti berkomitmen untuk bergotong royong dalam menjalankan piket kelas meskipun bukan gilirannya. Semua warga sekolah diharapkan secara ikhlas hati menjalaninya. Jika ada yang bersungut-sungut atau tidak menjalankannya, anak tersebut dipanggil dengan nama binatang yang berkarakter pembangkang.

5.      Tahap Aksi Nyata

Pada tahap ini, peserta didik menjalankan hasil musyawarh dalam jangka waktu tertentu. Selama menjalankan komitmen bersama, pendidik dan ketua kelompok dapat memantau peserta didik dengan lembar observasi yang disediakan pendidik. Hal-hal positif dan negatif yang ditemukan dalam pemantauan dicatat dengan cermat dan akan disampaikan pada saat jangka waktu aksi nyata berakhir.

6.      Tahap Refleksi

Pada tahap ini pendidik menjelaskan atau membahas kelemahan dan kesalahan yang dilakukan siswa. Pendidik dapat memotivasi siswa agar berani melakukan hal-hal baik dan tidak perlu menyesal karena telah melakukan hal baik. Selain itu, peserta didik pun diberi kesempatan untuk menyampaikan kesan dan pesan selama kegiatan pembelajaran berlangsung. Guru memberi penguatan atau penghargaan kepada siswa. Yang terpenting dilakukan pada tahap ini adalah menunjukkan kesalahan yang sering dilakukan siswa dalam pembelajaran  dan bagaimana solusinya.

Pengintegrasian kearifan budaya lokal dalam hal ini nau noan  dapat dijadikan salah satu solusi untuk mengatasi degradasi moral yang tengah melanda anak bangsa karena kemajuan TIK. Selain itu, pengintegrasian kearifan budaya lokal ini merupakan strategi yang tepat untuk menanamkan nilai-nilai karakter sebagaimana tuntutan Sisdiknas dan Kurikulum 2013. Nilai-nilai dalam kearifan budaya lokal (nau noan) selain dapat membantu peserta didik untuk mendapatkan inspirasi, juga dapat membantu pendidik untuk menumbuhkan sikap spiritual dan sikap sosial pada siswa. Dengan demikian tujuan pembelajaran tidak hanya untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan, tetapi juga untuk menumbuhkan sikap moral yang baik dan bermartabat demi diri sendiri, orang tua, bangsa dan negara.

 

Daftar Referensi

Firman, Robiansyah. (2010). Integrasi Pendidikan Nilai Dalam Pembelajaran Pendidikan Agama Islam di Sekolah Dasar Sebagai Upaya Pembinaan Akhlak Siswa (Studi Kasus di SD Peradaban Serang), 1–13

Ghani, S. A., Abdullah, S., Akil, S. M. S., & Nordin, N. (2014). Muslim Adolescent Moral Values and Coping Strategies among Muslim Female Adolescents Involved in Premarital Sex. Procedia-Social and Behavioral Sciences, 114, 637–643. https://doi.org/10.1016/j.jcp.2013.07.036

Depdiknas. 2016. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Balai Pustaka: Jakarta.

Khaironi. (2017). Pendidikan Moral Pada Anak Usia Dini. Jurnal Golden Age Universitas Hamzanwadi, 1, 1–16

Suyitno, Imam. 2012. PENGEMBANGAN PENDIDIKAN KARAKTER DAN BUDAYA BANGSA BERWAWASAN KEARIFAN LOKAL. FBS Universitas Negeri Malang  Jurnal Pendidikan Karakter, Tahun II, Nomor 1, Februari 2012.

WikipediaIndonesia.https://kearifan+lokal&oq=wiki&aqs=chrome.0.69i59j69i57j69i59l2j0l3j5.4728j0j7&sourceid=chrome&ie=UTF-8. Diakses Kamis, 17 September 2020 Pukul 20.00

Selasa, 15 September 2020

RPP APLIKATIF MERDEKA BELAJAR


Hai sahabat belajar, selamat bertemu lagi. Kali ini saya akan bagikan contoh RPP aplikatif (Merdeka Belajar) lengkap dengan lampiran bahan ajar, LKPD, penilaian aspek pengetahuan (Kisi-kisi dan pedoman penilaian), aspek keterampilan (kisi-kisi, pedoman penilaian dan indeks penilaian), dan aspek Sikap (pedoman penilaian dan jurnal). Silakan Download di sini!!

Kamis, 03 September 2020

TINJAUAN NILAI BUDAYA DALAM CERITA ‘NAU NOAN’ DAN PEMANFAATANNYA DALAM PENGEMBANGAN PENDIDIKAN KARAKTER

 




Dalam bahasa daerah Sikka-Krowe, Nau Noan sama artinya dengan dongeng. Sesuai dengan isinya, nau noan  mempunyai banyak jenis seperti fabel, legenda, mitos, dan sage. Salah satu jenis nau noan  yang  populer di daerah Sikka-Krowe adalah fabel. Nau noan  berjenis fabel mengandung nilai budaya yang patut dikaji lebih dalam. Cerita nau noan jenis fabel mengandung unsur-unsur kebudayaan yang meliputi religi, bahasa, kesenian, mata pencaharian, teknologi dan peralatan, organisasi kemasyarakatan, dan ilmu pengetahuan. Berhubung kekayaan budaya dalam nau noan   sangat komplit perlu dikembangkan dalam pembelajaran Bahasa Indonesia untuk penanaman karakter anak didik sesuai dengan tuntutan Kurikulum 2013 pada KI-1 (sikap religius) dan KI-2 (sikap sosial) untuk mendukung pencapaian KI-3 (pengetahuan) dan KI-4 (keterampilan). Langkah-langkah pembelajaran yang ditempuh adalah tahap observasi, identifikasi, mempresentasikan hasil identifikasi, melakukan aksi nyata, dan tahap refleksi.

Kata kunci: Nau Noan, Nilai Budaya, Pendidikan Karakter

A.       Pendahuluan

 

Gejala yang tampak  sekarang ini menunjukkan semakin banyak perilaku yang memperlihatkan terkikisnya nilai-nilai luhur yang seharusnya dipertahankan pada tataran masyarakat maupun pemerintahan, seperti yang terjadi pada kegiatan pendidikan, misalnya kegiatan mencontek massal, memalak adik kelas bahkan sampai terjadinya perkelahian antarsekolah. Situasi ini mengkhawatirkan berbagai pihak karena sebagai generasi penerus bangsa, seharusnya para anak didik ini haruslah memiliki nilai-nilai luhur yang nantinya akan menjadi bekal  untuk kehidupan yang lebih baik di masa depan. Memang tidak bisa dipungkiri bahwa kegiatan pendidikan yang berlangsung akhir-akhir ini lebih menekankan untuk mengejar dan menghimpun informasi pengetahuan dan keilmuan sebanyak-banyaknya namun tanpa dibarengi dengan landasan nilai-nilai karakter yang positif. Sebagaimana yang dikatakan oleh Barten (2000) bahwa pendidikan yang bersifat sehat itu adalah pendidikan yang secara sadar bisa membantu anak didik bisa merasakan, menghayati, dan menghargai jenjang makna hidup dari yang sifatnya fisikal sampai yang estetikal, moral, dan spiritual.

Memudarnya karakter anak bangsa bukan akibat tanpa adanya sebab. Banyak sebab yang melahirkan kemerosotan budaya tersebut, antara lain model pembelajaran yang diterapkan guru selama ini  tidak menantang anak didik untuk berpikir. Pembelajaran yang konvensional dengan fokus pada ceramah, merupakan salah satu sebab menurunnya karakter anak didik. Anak didik tidak dilatih dan dibiasakan untuk menganalisis masalah yang sedang terjadi, bahkan sebaliknya dituntut memahami berbagai macam konsep yang dilahirkan oleh para ahli.

Dalam pembelajaran Bahasa Indonesia, hal yang konvensional ini masih banyak dilakukan. Padahal, di sekitar kehidupan anak didik ada begitu banyak kearifan lokal yang dapat digunakan untuk membantu anak didik menerapkan konsep dalam praktik pembelajaran keterampilan membaca, menulis, mendengarkan, dan berbicara.  Menurut Sudjana dan Rivai (2002: 208) manfaat atau keuntungan  yang diperoleh dari kegiatan mempelajari lingkungan dalam proses belajar mengajar: (1) kegiatan belajar lebih menarik, tidak membosankan, dan dapat memotivasi belajar siswa; (2) hakikat belajar menjadi lebih bermakna; (3) bahan-bahan lebih kaya dan lebih faktual; (4) kegiatan belajar lebih komprehensif dan lebih aktif; (5) sumber belajar lebih kaya; (6) siswa dapat memahami dan menghayati aspek-aspek kehidupan yang ada di lingkungannya sehingga dapat membentuk pribadi yang tidak asing dengan kehidupan di sekitarnya, serta dapat memupuk cinta lingkungan. Wujud nyata penerapan kearifan lokal dalam pembelajaran bahasa Indonesia adalah dongeng yang dalam bahasa Sikka disebut Nau Noan.

B.        Tinjauan Nilai Budaya dalam Nau Noan Jenis Fabel

 

Dalam konteks pembelajaran Bahasa Indonesia untuk SMP, kearifan budaya lokal seperti dongeng dinilai masih efektif untuk menumbuhkan karakter demi ketahanan budaya nasional. Dongeng dalam Bahasa Sikka dikenal dengan sebutan ‘nau noan’. Nau noan biasa dituturkan oleh orang tua tatkala malam menjelang tidur. Pada zaman dahulu, dongeng yang disampaikan menjelang tidur sangat efektif untuk pembentukan karakter karena tokoh-tokoh seperti binatang (fabel)  yang ditampilkan dalam cerita dongeng selaras dengan perilaku hidup anak-anak setiap hari.

Dalam cerita ‘nau noan’ terkandung unsur-unsur  budaya yang berlaku secara universal. Menurut Keontjaraningrat dalam Liliweri (2014:16) unsur-unsur kebudayaan itu meliputi sistem religi, organisasi kemasyarakatan, pengetahuan, bahasa, kesenian, mata pencaharian, teknologi dan peralatan. Semisal dalam dongeng berjenis fabel  Ahu nora Meong’ (Anjing dan Kucing) terkandung hampir semua unsur kebudayaan tersebut. Dikisahkan bahwa pada mulanya anjing  dan kucing bersahabat baik. Mereka  berkebun dan berladang bersama-sama (sistem pertanian dan mata pencaharian). Mereka menggunakan tofa dan cangkul untuk mengolah tanah (sistem teknologi dan peralatan). Mereka bernyanyi sambil bekerja (sistem kesenian dan bahasa). Setelah bekerja, kucing membagi tugas; anjing memasak dan kucing mencari ikan di laut ; kebetulan kebun dekat laut (sistem organisasi kemasyarakatan). Namun, setelah semuanya masak, kucing membawa lari semua hidangan ke atas pohon sehingga anjing tidak dapat mencicipinya. Kucing menghabiskan masakan itu sendiri (unsur pengetahuan; nilai moral). Karena persoalan seperti itu, akhirnya kucing dan anjing selalu bermusuhan hingga saat ini.

Dari cerita  tersebut dapat diketahui bahwa nilai-nilai budaya yang terkandung dalam sebuah dongeng (nau noan) sangat komplit dan dapat mendukung penanaman nilai-nilai karakter atau pembentukan moral anak didik. Guru sebagai pendidik harus mampu membuat peserta didik memahami, merasakan, dan mengerjakan nilai-nilai kebajikan yang diajarkan. Hal ini seirama dengan pendapat   Lickona (1992:53) bahwa ada tiga komponen karakter yang baik yang perlu ditekankan dan diintegrasikan dalam proses pembelajaran yaitu moral knowing atau pengetahuan tentang moral, moral feeling atau perasaan tentang moral dan moral action atau perbuatan bermoral. Dalam konteks nau noanAhu nora Meong’ , pengetahuan tentang moral yakni bahwa kerja sama yang dilakukan bersama dalam suatu kelompok, hasilnya harus dapat dinikmati oleh semua anggota kelompok, bahkan dapat dibagikan untuk orang lain. Perasaan tentang moral menyangkut nilai rasa ketika memanfaatkan hasil kerja kelompok, perlu ditumbuhkan rasa malu dan rasa berdosa jika kita sudah berbuat curang. Perbuatan yang bermoral dalam konteks nau noan ‘Ahu nora Meong’, semestinya “Tikus” yang harus menghidangkan makanan tersebut, lalu mengajak “Kucing” untuk makan bersama-sama.

Berdasarkan kajian tersebut dapat disimpulkan bahwa pembelajaran bahasa Indonesia sangat erat kaitannya dengan pendidikan karakter, sesuai dengan ungkapan bahwa bahasa adalah cermin kepribadian seseorang, yang berarti bahwa baik buruknya bahasa yang digunakan seseorang pada dasarnya adalah cermin kepribadian orang tersebut. Oleh sebab itu, anak didik perlu dilatih menggunakan keterampilan berbahasa yang dimilikinya dalam konteks mengandung nilai karakter yang positif. Pendidikan karakter diharapkan mampu membina peserta didik untuk dapat berbahasa yang baik sesuai dengan nilai-nilai luhur budaya bangsa dan itu semua dapat diperoleh dari nau noan  atau dongeng.

Dalam Kurikulum 2013 diuraikan bahwa capaian pembelajaran tidak berhenti sampai pengetahuan saja, melainkan harus berlanjut ke keterampilan, dan bermuara pada sikap (spiritual dan sosial). Melalui Kompetensi Inti, tiap mata pelajaran ditekankan bukan hanya memuat pengetahuan saja, tetapi juga proses yang berguna bagi pembentukan keterampilannya dan memuat pesan tentang pentingnya memahami mata pelajaran tersebut sebagai bagian dari pembentukan sikap (Kemendikbud 2013: 3). Pembentukan sikap penting diperhatikan karena akan terus melekat dan dibutuhkan siswa dalam kehidupannya. Oleh karena itu, pendidik dalam mengajarkan mata pelajaran harus mengandung pesan-pesan sosial dan spiritual, baik dalam proses maupun materinya.Dijelaskan pula bahwa kompetensi dasar yang berkenaan dengan sikap spiritual dan individual-sosial dikembangkan secara tidak langsung (indirect teaching) yaitu pada waktu siswa belajar tentang pengetahuan (mendukung KI-3) dan keterampilan (mendukung KI-4). Dengan demikian, muara akhir pendidikan adalah pembentukan karakter. Pembelajaran peserta didik tidak hanya dituntut agar cerdas dalam kemampuan bidang intelektual (IQ) saja, tetapi jugakecerdasan emosional (EQ) dan kecerdasan spiritual. Hal ini sesuai dengan pendapat Tilaar (2009: 28) bahwa manusia Indonesia yang cerdas adalah manusia yang penuh toleransi dan mengakui akan adanya perbedaan dalam suku-suku bangsa yang berjenis-jenis. Demikian pula dikemukakan bahwa mengukur kemampuan seseorang jika hanya diukur dari kecerdasan IQ terlalu sederhana. Mengacu pada uraian tersebut, telah dilakukan pengujian untuk membuktikan bahwa model pembelajaran menulis berbasis kearifan budaya lokal yang berorientasi penanaman nilai-nilai karakter lebih efektif untuk meningkatkan kemampuan menulis, memberikan banyak inspirasi bahan tulisan, dan mengubah karakter peserta didik.

C.          Implementasi Nau Noan dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia

Model pembelajaran yang dikembangkan ini lebih banyak menuntut keaktifan dan kreativitas siswa, guru hanya sebagai fasilitator, inovator, inisiator, dan kreator. Sebagai fasilitator, guru menentukan bahan pembelajaran berupa nau noan  yang mengandung nilai karakter  yang dapat dijadikan sebagai sarana pembelajaran untuk memudahkan siswa mendapatkan inspirasi untuk menulis, membaca, berbicara, ataupun menyimak. Guru sebagai inovator dituntut untuk menciptakan suatu metode pembelajaran yang up to date, serta memberikan pengalaman belajar yang mengesankan di hati siswa. Guru sebagai inisiator bertugas untuk memunculkan gagasan-gagasan kreatif dalam menciptakan pembelajaran yang dapat meningkatkan motivasi, minat, dan kreativitas siswa. Adapun guru sebagai kreator, harus memiliki daya kreativitas untuk memberikan sesuatu yang baru bagi siswanya sehingga berkesan dalam kehidupannya. Dengan demikian proses pembelajaran yang diciptakanmenjadi pengalaman berguna yang dapat diterapkan dalam kehidupansiswa. Pembelajaran bahasa Indonesia bermuatan kearifan budaya lokal dalam hal ini nau noan   terdiri atas lima tahap. Tahapan tersebut adalah sebagai berikut:

1. Tahap Orientasi

Pada tahap ini guru menyampaikan kompetensi dasar daan tujuan pembelajaran yang akan dipelajari. Guru pun menceritakan nau noan  yang sesuai dengan karakter kompetensi dan karakter yang akan ditanamkan kepada siswa. Selanjutnya siswa dikondisikan secara berkelompok untuk mencermati cerita dan menanggapi isi cerita.

 

 

2. Tahap Mengidentifikasi

Pada tahap ini siswa mengidentifikasi nilai-nilai moral yang terkandung dalam cerita yang didengar. Kegiatan ini merupakan langkah penanaman nilai-nilai karakter dalam bentuk cara bekerja sama, menghargai pendapat orang lain, membiasakan membaca, dan menemukan sesuatu dari tulisan (inkuiri). Pada tahap ini pun siswa merumuskan temuan hasil identifikasi melalui diskusi kelompok. Dalam kegiatan ini siswa belajar untuk berpikir kreatif cara menyusun kembali kalimat dengan bahasanya sendiri. Penanaman nilai karakter yang diterapkan adalah belajar berpikir kreatif, berbagi peran, dan bekerja sama.

3. Tahap Mempresentasikan Hasil Identifikasi

Pada tahap ini,  salah seorang siswa (perwakilan kelompok) menyajikan hasil temuannya di depan kelas. Penanaman nilai karakter pada tahapan ini adalah mendidik agar memiliki rasa toleransi, menghargai teman, bersikap demokratis, bertanggung jawab, dan percaya diri.

4. Tahap Melakukan Aksi Nyata

Pada tahap ini guru membimbing siswa sesuai dengan kompetensi dan keterampilan berbahasa yang dituntut dalam kurikulum .

a.      Jika keterampilan menulis yang dituntut, siswa dibimbing untuk menulis kembali nau noan yang didengar sesuai dengan kaidah yang berlaku. Aspek ejaan, tanda baca, huruf kapital, kalimat efektif, paragraf, harus menjadi fokus perhatian dalam penilaian terhadap hasil kerja siswa.

b.      Jika keterampilan berbicara yang dituntut, siswa diminta menceritakan kembali nau noan yang didengar dengan kata-kata sendiri. Media gambar/alat peraga bisa dipakai untuk membantu siswa memproduk kosa kata saat berbicara dan untuk menghindari rasa gugup. Aspek kelancaran berbicara, intonasi, pelafalan, ekspresi (gesture) perlu menjadi fokus dalam penilaian guru terhadap penampilan siswa.

c.       Jika keterampilan membaca yang dituntut, siswa diminta membaca dongeng lain dari buku pelajaran lalu mengerjakan soal yang berhubungan dengan unsur intrinsik dan yang lebih penting adalah mengaitkan isi dongeng dengan realitas yang ada di kehidupan nyata.

d.     Jika yang dilatih keterampilan menyimak, siswa diminta menanggapi isi nau noan dalam kaitannya dengan karakter yang ingin ditanamkan dalam pembelajaran yang sedang berlangsung.

5. Tahap Merefleksi

Tahap merefleksi merupakan tahapan guru menjelaskan atau membahas kelemahan dan kesalahan yang dilakukan siswa. Di sini guru selalu memotivasi siswa agar berani memberikan kritik atau saran terhadap kesalahan/kelemahan materi yang sedang dibahas. Selain itu, siswa diberi kesempatan untuk menyampaikan kesan dengan menggunakan bahasa yang baik dan benar terhadap pembelajaran yang baru berlangsung. Guru memberi penguatan atau penghargaan kepada siswa. Yang terpenting dilakukan pada tahap ini adalah menunjukkan kesalahan yang sering dilakukan siswa dalam pembelajaran  dan bagaimana solusinya. Penanaman nilai-nilai karakter pada tahap ini meliputi keberanian, percaya diri, jujur, bertanggung jawab, dan saling menghargai.

D.           Penutup

Untuk meningkatkan kemampuan berbahasa Indonesia dibutuhkan model pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik siswa sehingga dapat memotivasi dan menumbuhkan minat siswa. Pengintegrasian kearifan budaya lokal dalam hal ini nau noan  dapat dijadikan salah satu solusi untuk mengatasi kesulitan siswa mendapatkan ide/gagasan. Selain itu, pengintegrasian kearifan budaya lokal ini merupakan strategi yang tepat untuk menanamkan nilai-nilai karakter sebagaimana tuntutan Sisdiknas dan Kurikulum 2013. Nilai-nilai dalam kearifan budaya lokal (nau noan) selain dapat membantu siswa untuk mendapatkan inspirasi, juga dapat membantu guru untuk menumbuhkan sikap spiritual dan sikap sosial pada siswa. Dengan demikian model pembelajaran  ini tidak hanya untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan, tetapi juga untuk menumbuhkan sikap/karakter positif.