IMPERANTIS
Oleh: Robertus Adi Sarjono Owon
Dikisahkan bahwa di suatu negeri hiduplah sebuah keluarga yang sudah tidak utuh lagi. Mama keluarga itu sudah tiada semenjak anaknya lahir. Anak itu menjadi satu-satunya milik keluarga itu. Anak yang diberi nama Imperantis itu tumbuh menjadi seorang gadis yang cantik jelita. Ayahandanya, Perado, namanya adalah seorang tokoh terpandang di negeri itu.
Meskipun hidup sebagai keluarga yang
tidak utuh, kedua ayah beranak itu tidak mengalami kesulitan. Kebutuhan keluarganya
tercukupi bahkan mereka dapat membangun sebuah lepo[1]
yang sangat megah untuk ukuran masyarakat di negeri kecil itu. Rumah itu
berbentuk panggung itu beratap bambu, sirap namanya. Dindingnya dari gedek yang
bermotif naga dan manusia. Rumah itu terdiri atas satu kamar utama yang
digunakan sebagai tempat kulababong[2]
dan satu kamar sebagai pendopo, dapur, dan dua kamar tidur. Tangga yang
menghubungkan pendopo dan halaman terdiri atas 7 anak tangga.
Perado dianggkat sebagai kepala suku
sehingga ia menjadi panutan dan teladan bagi seluruh anggota suku. Imperantis
sebagai pewaris tunggal diajari tata karma bagaimana menyapa, bertutur kata,
menerima dan melayani tamu, memasak, dan mengatur rumah tangga. Sebagai gadis
yang normal, ia mulai memiliki pria idaman hati. Namun, hal itu dipendamnya
dalam hatinya. Haram bagi seorang wanita mengungkapkan perasaannya meskipun
hanya kepada teman sebaya. Mereka hanya bisa pasrah pada takdir dan keputusan
orang tua. Pernah seorang pemuda bernama Iboabo menyampaikan isi hatinya,
tetapi ditolaknya secara halus. Pria itu pun mundur teratur dan menaruh
perasaan cintanya di kedalaman hatinya. Imperantis mempunyai gebetan yang lain yang pasti tidak
direstui oleh ayahnya.
Nong Wair Mi, nama pemuda itu pun
rupanya menaruh hati pada Imperantis, tetapi ia tidak berani berterus terang.
Di samping ayah Imperantis adalah orang terpandang, ia pun sadar akan asal
muasal keluarganya. Mereka terlahir sebagai keluarga yang miskin dan sederhana.
Tambahan pula, mereka tidak terhitung dalam satu suku pun. Mereka sepertinya
menjadi orang asing di negeri itu.
Pemuda malang itu tidak berhenti
mencari tahu dari mana ia dan keluarganya berasal. Siang dan malam ia tiada
berhenti mencari cara untuk mengetahui negeri asalnya. Dari kedua orang tuanya,
ia akhirnya tahu kalau mereka berasal dari negeri seberang. Perjalanan ke sana
sekitar 3 hari berjalan kaki jauhnya.
Melewati sungai. Melalui hutan. Meniti padang padas.
Sejak tahu siapa dirinya, Nong Wair
Mi mulai beraksi mencari perhatian Imperantis secara lebih berani. Ia sudah
bertekad hendak membawa lari gadis itu ke negeri asalnya dan hidup bahagia di
sana. Gayung pun bersambut. Nong Wair Mi ternyata tidak bertepuk sebelah
tangan. Imperantis menerima dirinya apa adanya. Mereka tahu kalau cinta mereka
tidak mungkin direstui ayah Imperantis dan warga suku lainnya. Untuk itu,
mereka menutup rapat pertemuan dan perasaan simpatinya dari orang lain. Lebih
banyak mereka menggunakan hati. Hatilah yang berbicara. Mereka percaya pada
cinta sejati. Mereka yakin cinta mereka akan membawa mereka meninggalkan negeri
itu.
Singkat kata singkat cerita,
Imperantis dan Nong Wair Mi sudah membulatkan tekad untuk segera kabur dari
rumah. Sebuah perahu sudah disiapkan. Mereka akan berperahu menyusuri sungai
menuju ke hilir. Dari sana mereka baru berjalan kaki melintasi hutan dan padang
padas. Ketika malam hari tiba, kedua insan yang dimabuk cinta itu pun pergi
meninggalkan negeri itu.
Rupanya, semua hal yang mereka
rencanakan itu diketahui oleh Bapak Perado. Dengan kemampuan ilmu magisnya,
Perado menyusul kedua orang muda itu dengan seruan berikut:
Imperantis, Imperantis… Wahai Imperantis
Amam a’ut Perado wi topo ‘au Aku, ayahmu memanggilmu
Topo ‘au ele tara Tapi tiada
sahutan
Ko odi ma da’a Nong natar Jika tiba di negeri Nong
Gepung kebe ‘au mate Perahu terbalik dan kau
mati
Dan boga ‘au mate Tangga patah dan kau
mati
Ular le’a ‘au mate Ular jilat dan
kau mati
Hai ata wi rena gun a dewa det Siapa yang mendengar dan memberitakannya
Odi dadi dan watu Dia akan menjadi
batu
Tantangan terbesar dan terberat yang
harus dihadapi oleh kedua sejoli itu. Mereka mendengarkan suara Perado yang
terus bermain di telinganya sepanjang perjalanan mereka. Semakin mereka
menjauhi negeri itu, suara Perado semakin kuat dan sering frekuensinya.
Meskipun begitu, kedua orang itu tidak peduli. Apa pun yang akan terjadi harus
dihadapi bersama-sama meskipun maut menjadi taruhannya.
Dari jauh, perahu Iboabo pun
berlayar mendekat. Pemuda yang telah ditolak cintanya itu tetap ingin mengantar
Imperantis sampai tiba di negeri barunya. Ia pun ikut mendengar dan merekam
ucapan Perado. Suara gaib itu tetap menyertai perjalanannya. Dalam hati ia
berpikir keras memecahkan misteri perkataan Bapak Perado. Menurutnya, ia harus
siaga ketika Imperantis menuruni perahu, menaiki tangga, dan beristirahat di
kamarnya. Ia harus bisa menyelamatkan kekasihnya meskipun sudah ditolak.
Langit timur memerah. Hari baru
datang lagi. Alam berangsur meninggalkan selimut malamnya. Perahu Nong Wair Mi
pun merapat di dermaga. Dengan secepat kilat, ia menurunkan barang-barang
bawaan seadanya dan membantu menurunkan Imperantis. Pada saai itu, perahunya
terbalik. Namun, dengan sigap Iboabo menyelamatkan Imperantis dalam
gendongannya tanpa terkena air sedikit pun. Imperantis selamat. Namun, malang
bagi Iboabo. Ia dicaci maki dan dicela oleh Nong Wair Mi sebagai orang yang
tidak tahu adat. Suka mengambil kesempatan dalam kesempitan. Suka mencari
perhatian. Suka merebut milik orang. Iboabo tidak membalas semua umpatan itu.
Baginya, Imperantis selamat, itu sedah cukup.
Nong Wair Mi dan Imperantis
melanjutkan perjalanan dengan berjalan kaki. Mereka menerobos hutan lebat dan
penuh tantangan. Menjelang siang, mereka tiba di padang padas. Jauh di sana
terlihat sebuah negeri yang elok dan hijau segar. Di pihak lain, Iboabo
mengambil jalan lain dan ternyata telah tiba terlebih dahulu di ujung negeri
itu. Nong Wair Mi telah mengabarkan kedatangannya pada warga yang ditemuinya di
jalan. Dengan begitu, seluruh warga negeri berkumpul di rumah suku untuk
menyambut kedatangan Nong Wair Mi dan istrinya.
Tibalah mereka di depan rumah adat
itu. Tangga beranak 7 sebagai titian telah dipasang untuk dinaiki oleh kedua
anak negeri yang hilang itu. Anak tangga demi anak tangga dititi mereka dengan
aman. Ketika menginjakkan kaki di anak tangga ke-7, tangga pun patah.
Imperantis dalam sekejap terjatuh dan sudah ada dipelukan Iboabo yang saat itu
bersiap-siap di bawah. Melihat itu, Nong Wair Mi makin kalap. Ia hendak
membunuh Iboabo, tetapi diamankan oleh semua yang hadir.
Upacara penyambutan pun
dilangsungkan. Musik kampung dihadirkan. Kambing dan lembu yang gemuk
disembelih. Semua orang sibuk. Memasak di dapur. Bermain musik. Bernyanyi-nyayi
riang. Menari. Bahkan ada yang hanya duduk berbincang-bincang tentang
kecantikan Imperantis. Beberapa gadis tampak cemburu. Akan tetapi, Imperantis
senantiasa menunjukkan sikap santun seperti yang diajarkan oleh ayahnya,
Perado.
Pesta berlangsung hingga larut
malam. Semua orang sudah mabuk. Capek. Lelah. Mengantuk. Waktunya harus
beristirahat. Imperantis pun memasuki kamar pengantinnya. Nong Wair Mi pun
menyusul. Ketika akan merebahkan tubuhnya di tempat tidur, seekor ular besar
keluar dari arah yang tak diketahui sembari menjulurkan lidahnya. Secepat
kilat, Iboabo muncul dan membunuh ular itu dengan tangan kosong. Ia memegang
kepala ular itu dan membawanya keluar. Melihat peristiwa itu, Nong Wair Mi
gelap mata. Ia lalu menghunuskan belati ingin membunuh Iboabo. Akan tetapi, Iboabo
hilang di kegelapan malam.
Keesokan harinya, Iboabo muncul
kembali di halaman rumah adat itu. Satu persatu penghuni rumah itu terbangun
dari mimpi malamnya. Mereka berkumpul di pendopo. Mereka terkejut karena di
halaman Iboabo sudah berdiri dengan gagah perkasa. Padahal, sepanjang malam ia
hilang tak tentu rimbanya. Imperantis dan Nong Wair Mi pun hadir di pendopo
itu.
Mogam sawen rena Wahai,
dengarkanlah!
Nora oras rimu ruan panor Ketika mereka
berdua beranjak pergi
Perado, Imperantis amat supa nora
beta Perado, ayah Imperantis
bersumpah
Imperantis, Imperantis… Wahai
Imperantis
Amam a’ut Perado wi topo ‘au Aku,
ayahmu memanggilmu
Topo ‘au ele tara Tapi
tiada sahutan
Ko odi ma da’a Nong natar Jika
tiba di negeri Nong
Gepung kebe ‘au mate Perahu
terbalik dan kau mati
Dan boga ‘au mate Tangga
patah dan kau mati
Ular le’a ‘au mate Ular
jilat dan kau mati
Hai ata wi rena gun a dewa det Siapa dengar dan
memberitakannya
Odi dadi dan watu Dia
akan menjadi batu
Loning a’u dewa det ba’a Karena aku telah memberitakannya
Odi a’u dadi an watu Aku pasti
menjadi batu
Setelah berkata demikian, tubuh
Iboabo pun berangsur-angsur berubah menjadi batu mulai dari kaki hingga kepala.
Hingga saat ini batu itu dijadikan tempat untuk meletakkan sesajen ketika
melakukan upacara adat. Bagi pasangan yang hendak menikah, pasti datang
meletakan sesajen di batu tersebut sambil memohon agar menjadi keluarga yang
sejahtera dan bahagia.
****
Ayahku bilang, Perado sebagai simbol
kekuasaan,
Iboabo sebagai simbol cinta sejati, Imperantis simbol kesetiaan,
dan Nong Wair Mi sebagai simbol keegoisan.
Menurut Miriam Budiarjo[3], kekuasaan
adalah kewenangan yakni hak dan tanggungjawab yang diperoleh dan digunakan
seseorang dalam menjalankan keutamaan yang diamanahkan sesuai dengan apa yang
diberikan tanpa melebihi kewenangan yang diperolehnya atau kemampuan seseorang
memengaruhi tingkah laku orang atau kelompok lain sesuai dengan keinginannya.
Dalam pemahaman umum, kekuasaan dapat
dipahami sebagai hak dan tanggungjawab yang dipegang golongan yang memengaruhi
kelompok di bawah secara meluas baik dari kalangan penguasa seperti raja sampai
ke pejabat dalam sebuah negara. Jadi, tidak salah bila dikatakan kekuasaan
adalah kemampuan untuk mempengaruhi pihak lain menurut kehendak yang ada pada
pemegang kekuasaan tersebut. Robert Mac Iver[4]
mengatakan bahwa Kekuasaan adalah kemampuan untuk mengendalikan tingkah laku
orang lain baik secara langsung dengan jalan memberi perintah / dengan tidak
langsung dengan jalan menggunakan semua alat dan cara yg tersedia. Kekuasaan
biasanya berbentuk hubungan, ada yang memerintah dan ada yang diperintah.
Manusia berlaku sebagai subjek sekaligus objek dari kekuasaan. Contohnya
Presiden membuat UU (subjek dari kekuasaan) tetapi juga harus tunduk pada
Undang-Undang (objek dari kekuasaan).
****
Simbol cinta sejati
dapat kita peroleh dari sosok Presiden ke-3 RI, Almarhum Bacharuddin Jusuf
Habibie bukan hanya dikenal sebagai seorang tekhnokrat atau ahli sains dan
teknologi. Namun, almarhum juga dikenal sebagai sosok romantis. Kesetiannya
kepada sang istri, Ainun, seolah menjadi gambaran kepada kita bahwa cinta
sejati adalah cinta yang membawa hingga akhir maut memisahkan.
Beberapa kutipan romantis BJ Habibie[5]
kepada Ainun berikut ini kiranya dapat menjadi inspirasi bagi kita semua untuk
mencintai orang terdekat kita. “Cinta sejati itu memandang kelemahan lalu
dijadikan kelebihan untuk saling mencintai”
B.J Habibie memaknai cinta adalah
sesuatu yang dapat ditingkatkan seiring waktu walaupun awalnya masih banyak
memiliki kekurangan. “Antara saya dan Ainun, adalah dua raga tetapi dalam satu
jiwa” Rasa cinta yang teramat dalam diungkapkan oleh B.J Habibie. Kalimat
tersebut menyiratkan bahwa walaupun mereka adalah dua individu yang berbeda
tetapi hati mereka telah bersatu hingga akhir.
*******
Simbol kesetiaan
dapat dijelaskan sebagai berikut. “Kesetiaan” dalam KBBI artinya keteguhan hati
atau berpegang teguh. Bila disimpulkan dalam kehidupan rumah tangga berarti berpegang
teguh pada janji suci tali pernikahan.
Untuk mempersempit arti kesetiaan,
pakar psikologi membagi kesetiaan dalam tiga bentuk yakni kesetiaan emosional, kesetiaan finansial, dan kesetiaan seksual.
Kesetian emosional
sebagai tanda pasangan setia yang tidak flirting
(menggoda) orang lain. Kesetiaan secara emosional ini sering terjadi tanpa kita
sadari. Selain itu, hal yang perlu diingat untuk tidak menawarkan perhatian
lebih pada orang lain. Inilah cikal bakal yang bisa menimbulkan keterikatan
emosi dengan mereka.
Kesetiaan finansial
mengandung arti terbuka dan transparan pada pasangan soal pengeluaran.
Misalnya, tidak membuat keputusan sendiri ketika menggunakan uang dengan
nominal yang besar. Nah, misalnya punya rekening bank rahasia, melakukan pembayaran
yang ditutupi dari pasangan, atau memiliki simpanan uang tunai, artinya sudah
tidak setia dalam hal finansial.
Meski kejujuran dan dan keterbukaan
adalah faktor utama dalam kesetiaan, menurut ahli kadang boleh saja bila kita
menyimpan sendiri pemikiran dan perasaan yang sangat pribadi dari pasangan.
Intinya, kesetiaan bisa dicapai melalui kejujuran yang diseimbangkan dengan
kebijaksanaan, dan pengendalian diri yang baik.
Kesetiaan Seksual
mengandung pengertian bentuk kesetiaan yang hanya boleh melakukan hubungan seks
dengan pasangan sendiri. Mungkin terdapat beribu satu alasan untuk “membenarkan”
perselingkungan.
******
Simbol keegoisan dapat dijelaskan
seperti berikut. Egoisme merupakan motivasi untuk mempertahankan dan
meningkatkan pandangan yang hanya menguntungkan diri sendiri. Egoisme
menempatkan diri di tengah satu tujuan serta tidak peduli dengan penderitaan
orang lain, termasuk yang dicintainya atau yang dianggap sebagai teman dekat. Hal
ini berkaitan erat dengan (mencintai diri sendiri) dan kecenderungan untuk
berbicara atau menulis tentang diri sendiri dengan rasa sombong dan panjang
lebar. Egoisme dapat hidup berdampingan dengan kepentingannya sendiri, bahkan pada
saat penolakan orang lain.
*****
Berdasarkan pembahasan tersebut
dapat diketahui bahwa Perado menjadikan dirinya sebagai penguasa yang berkuasa
dengan penuh keegoisan. Ia tidak memedulikan perasaan dan ziarah batin
orang-orang yang menjadi bawahannya. Ia bahkan menghukum orang-orang yang
memiliki kepribadian yang memiliki kepribadian yang setia dalam mempertahankan
cinta sejatinya.
Imperantis merupakan sosok yang
menjunjung tinggi nilai kesetiaan, teristimewa pada kesetiaan secara emosional
dan seksual. Ia tidak memberi perhatian berlebih kepada Iboabo yang selalu
memberi perhatian kepadanya dengan menyelamatkan dirinya berkali-kali. Ia tetap
memegang prinsip kesetiaannya hanya kepada orang yang telah dijadikan
pasangannya meskipun pasangannya itu sangat egois yang mementingkan dirinya
sendiri.
Nong Wair Mi menjadi sosok yang
membawa karakter egois. Karena keegoisannya, ia tidak membuka mata hatinya
kepada perbuatan baik orang lain. Ia selalu menganggap saingan terhadap
orang-orang yang ingin memasuki wilayah privatnya. Bahkan, kepada orang tuanya
pun ia tidak memberi ‘hati’ lantaran hatinya telah tertutup oleh keegoisan.
Iboabo menjadi sosok sentral yang
menjadi teladan bagi setiap orang yang membaca kisah ini. Ia tidak berhenti
mencinta meskipun ia berhadapan dengan keegoisan dan kesewenang-wenangan.
Hendaknya kita semua menjadi lebih bijaksana dalam memaknai hidup dan kehidupan
kita.
*****
[1]
Lepo= rumah adat masyarakat Kabupaten Sikka
[2]
Kulababong= musyawara yang dihadiri anggota suku
[3] Prof.
Dr. Miriam Budiardjo (lahir di Kediri, Jawa Timur, 20 November 1923 – meninggal
di Jakarta, 8 Januari 2007 pada umur 83 tahun) adalah pakar ilmu politik
Indonesia dan mantan anggota Komisi Nasional Hak Asasi Manusia.
[4]
Robert Morrison MacIver (lahir, 17 April 1882 di Stornoway, Outer Hebrides,
Skotlandia - meninggal, 15 Juni 1970 di New York City) adalah seorang sosiolog
kelahiran Skotlandia, ilmuwan politik, dan seorang pendidik yang menyatakan
keyakinan akan kompatibilitas individualisme dan sosial organisasi
[5]
B.J. Habibie adalah Presiden ke-3 RI berasal dari Makasar yang terkenal sebagai
seorang teknokrat I yang diakui di dunia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar